Tipe Tipe Kepemimpinan
Tipe-Tipe
Kepemimpinan
Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima type utama yaitu sebagai berikut :
Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima type utama yaitu sebagai berikut :
1)
Tipe pemimpin otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang
otokratis adalah seorang pemimpin yang:
• Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)
• Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)
2)
Tipe pemimpin militeristik
Yaitu seorang pemimpin yang
bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
• Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan
• Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan
3)
Tipe pemimpin paternalistis
Yaitu seorang pemimpin yang:
• Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
• Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
4)
Tipe pemimpin karismatis
Hingga kini para pakar belum
berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma,
yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang
amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat
besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi
pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
5)
Tipe pomimpin demokratis
Yaitu tipe yang bersifat:
• Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
• Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
Apa Gaya Kepemimpinan Jokowi ?
Kondisi
yang terjadi di Republik Indonesia sekarang ini seperti sebuah Negara yang
gagal (failed States), maka tidak salah lagi jabawannya kunci untuk
mengatasi kegagalan itu adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas
yang tinggi, yang dapat diraih apabila kita memiliki Kepemimpinan Nasional yang
hebat, dan berkualitas dari berbagai macam aspek kemampuan.
Menurut
Peter F. Druker, para pemimpin bangsa abad 21 haruslah memiliki Sumber Daya
Manusia yang mempunyai kemampuan paling sedikit 3 bidang kemampuan atau
kompetensi, (M.H. Matondang, 2008) yaitu :
1. Kompetensi
Pribadi (personal mastery)
2. Kompetensi
Kepemimpinan (leadership mastery)
3. Kompetensi
Organisasi (organzational mastery)
Kemudian Peter F. Druker menguraikan satu persatu kemampuan tersebut diatas
sebagai berikut :
1. Kemampuan
Pribadi (personal mastery)
(1) Memiliki
integritas tinggi (jujur, loyal, beriman)
(2) Memiliki
visi yang jelas
(3) Inteligensia
tinggi (minimal 5.1)
(4) Kreatif
dan inovatif
(5) Tidak
mudah merasa puas
(6) Fleksibel
dan memiliki kematangan jiwa
(7) Memiliki
wibawa dan kharismatik
(8) Mempunyai
idealism dan cinta tanah air (NKRI)
2. Kemampuan
Kepemimpinan (leadership mastery)
(1) Kemampuan
berkomunikasi
(2) Memiliki
kemampuan memotivasi orang lain
(3) Memiliki
kemampuan membuat keputusan yang cepat dan tepat
(4) Memiliki
kemampuan untuk mempengruhi orang lain
(5) Memiliki
kemampuan untuk mengelola konflik
(6) Memiliki
kemampuan berorganisasi
(7) Memiliki
kemampuan memimpin tim kerja
(8) Memiliki
kemampuan untuk mengendalikan stress
3. Kemampuan
Berorganisasi (organizational mastery)
(1) Mampu
mengembangkan organisasi
(2) Memiliki
ketrampilan operasional
(3) Memiliki
kesadaran biaya yang tinggi (concontsciouseness)
(4) Memiliki
kemampuan manajemen stratejik
(5) Memahami
aspek makro dan mikro ekonomi
(6) Mampu
meraih peluang (entrepreneur thingking)
(7) Mampu
mengadakan pengkaderan generasi penerus.
Kemudian
dari tiga komponen besar ini maka pemimpin sebuah organisasi haruslah dapat
memahami dan belajar siapa dirinya, apa yang berarti bagi kehidupannya, dan
kemudian mempunyai keberanian untuk bertindak dan memperjuangkannya. Joko
Widodo Gubernur DKI Jakarta asal Solo mendemonstrasikan model kepemimpinan
tersebut dengan tidak mementingkan diri sendiri, terbukti ia sebelum dilantik
membuat komitmen untuk tidak berbuat korupsi. Jokowi menempatkan orang lain di
depan dirinya adalah suatu kunci kemimpinan sukses, sampai mau masuk kedalam
gorong-gorong drainase di jalan MH. Thamrin Jakarta untuk memberi contoh kepada
birokrasi yang lain. Jokowi lakukan saat ia santun berpolitik dalam rangka
meraih kursi Walikota Solo, dan Gubernur DKI Jakarta, Ia mencoba untuk
memberikan kartu pendidikaan dan kesehatan Gratis kepada masyarakat bawah, ia
blusukan berkomunikasi dengan publik strata bawah, menengah, atas, maupun
kumuh.
Untuk
melakukan suatu hal dengan benar diperlukan keberanian. Berani menjadi tidak
Populer, berani menanggung resiko dan berani memperjuangkan hal yang diyakini.
Pemimpin kadang harus menggali jauh ke dalam dirinya untuk menemukan kekuatan
dan keberanian untuk melawan ketika seseorang tidak dapat menerima pendapatnya
tanpa alasan yang jelas.
Beberapa
orang mengatakan tanpa keberanian, kepemimpinan tidak dapat ditunjukkan atau
ditonjolkan, beberapa pemimpin pada organisasi yang besar, menyatakan
keberanian adalah hal yang penting tetapi kadang diartikan dengan melakukan
hal-hal yang akan membuat dirinya mendapat promosi atau meningkatkan gajinya
(Prof. M.H. Matondang, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik,
2008). Gaya Kepemimpinan Jokowi menurut kebanyakan pendapat masyarakat
pada saat beliau menyatakan ikut pencalonan Gubernur DKI Jakarta adalah suatu
hal yang berlebihan, tidak masuk akal. Karena dari postur tubuh yang kurus
kecil, sederhana, pengalaman memimpin organisasi yang besar belum terlalu
teruji, kota Solo yang dipimpin saat itu menurut kebanyakan orang tidaklah bisa
disamakan dengan DKI Jakarta dengan multi etnis, geografis, budaya, pola hidup,
masalah sosial, kemiskinan, dan masalah-masalah infrastruktur dan
suprastruktur yang jauh berbeda dengan kota Solo. Ternyata Jokowi memiliki
kepemimpinan yang berani (leadership Courges), awal kampanye ia sudah
menyatakan anggaran kampanye yang hanya pas-pasan.
Namun
keberaniannya yang luar biasa dari kebanyakan orang, Jokowi masuk jauh ke dalam
kota Jakarta dengan menusuk hati setiap masyarakat Jakarta yang multi etnis itu
dengan senjata keberanian, tepatlah kalau dalam teori Kepemimpinan menurut
Tead, terry dan Hoyt yaitu merupakan kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain
agar mau bekerjasama yang didasarkan padakemampuan seorang pemimpin
tersebutmengarahkan, dan mengambil hati masyarakat atau komunitas sebuah
organisasi untuk bersama-sama mencapai tujuan.
Sesungguhnya
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Jokowi pada masa Kepemimpinan
Presiden Sukarno sudah dilakukan oleh belia, kalau kita menyimak buku karya
Bung Karno Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno sering blusukan malam hari
ketempat-tempat masyarakat kumuh, makan bersama orang-orang kecil di
warung-warung kecil, perilaku seorang Pemimpin seperti Bung Karno inilah yang
diadopsi oleh Jokowi yang dtinggalkan oleh para Pemimpin kita saat sekarang
ini, gaya kepemimpinan inilah yang dirindukan oleh masyarakat Republik ini yang
tidak dimiliki oleh para pemimpin kita baik di daerah maupun di pusat.
Kalau
para pemimpin bangsa ini mau jujur, pertama kali setelah mereka dinyatakan
dalam kemenangan sebuah pilkada, atau pimpinan sebuah lembaga tinggi Negara,
maka mereka akan menanyakan seberapa besar anggaran yang sebuah organisasi yang
akan ia pimpin, tidak melakukan inventarisasi, atau komunikasi ke bawah atau
masyarakat kecil yang nota bene harus kita jadikan masyarakat yang besar.
Figur
Jujur, sederhana, apa adanya, turun mencari masalah, dan mencari solusi secara
real dan sederhana pula, yang biasa dirasakan langsung oleh masyarakat
membuat warga Jakarta menjadi nyaman dan penuh harap perubahan kondisi Jakarta
dimasa yang akan datang. Tidak penuh dengan retorika dengan menggunakan
teori-teori yang tidak dimengerti oleh masyarakat, yang tak kunjung terwujud.
Berbeda dengan pendapat Wakil Gubernur Priyanto era Fauzi Bowo terkait dengan
sepak terjang pemimpin baru ibukota Negara, adalah gaya kepemimpinan militer,
dimana wakilnya atau menurut istilah beliau adalah Ibu Rumah tangga yang diberi
kewenangan untuk mengurus rumah tangga atau kedalam tentang kepegawaian dan
kebijakan-kebijakan internal. Sementara menurut Priyanto Komandan dalam hal ini
adalah Jokowi mengurus wilayah yang lebih luas, yaitu keluar ke wilayah
kantong-kantong permasalahan yang lebih komplek, namun bukan berarti
keputusan-keputusan terhadap masalah-masalah SKPD tidak diputuskan oleh Jokowi,
tetapi ia memberikan arahan, melakukan pemetaan permasalah dan secara
demokratis ia memberikan alternatif pemecahan masalah kepada seluruh jajaran
stafnya secara demokratis. Awal menjabat Gubernur DKI, setelah dilantik belia
Jokowi langsung melakukan pemetaan masalah emergency yang harus segera
ditangani, tanpa terlalu banyak menunggu
Semua
pembahasan dilakukan setelah Jokowi selesai meninjau dan memetakan
permasalahan yang terjadi dengan langsung mendengar keluhan masalah-maslah
yang dihadapi oleh masyarakat, Jokowi langsung melakukan kajian hasil
tinjauan lapangan dan segera mengambil keputusan untuk melakukan
langkah-langkah nyata.
Gaya
Kepeimpinan Jokowi memang berbeda dan lain dengan yang lain kebanyakan
pemimpin di negeri Indonesia ini, kalau para pemimpin pemerintah kita selama
ini, mereka berlomba-lomba untuk memenangkan pemilukada untuk merubah status
sosial didalam masyarakat, dan mereka lebih sejuk dan nyaman berada di ruang
ber ac dan di kursi empuk yang berputar. Jokowi turun langsung ke
kampung-kampung kumuh, dikerubuti langsung oleh orang yang-orang yang punya
permasalahan sosial langsung berdialog, apa yang dibutuhka oleh masyarakat
sesungguhnya, Jokowi tidak mau pakai vooryder, protokoler, sehingga beliau
mengalami dan tahu persis kondisi kemacetan di jalan raya, muncul gagasan
bagaimana menyelesaikan masalah kemacetan, diambillah kepeutusan monorel, MRT
dan lain sebagainya, untuk mengurai permasalahan yang urgensi. Masuk sungai
Ciliwung, muncul ide memperbaiki sungai, masuk rumah susun, muncul gagasan
membangun permukiman-permukiman kumuh menjadi rusun-rusun yang layak huni.
Sejak
Jokowi memimpin Ibukota Jakarta tidak ada lagi Camat, Lurah, Kepala SKPD
yang seenaknya sendiri masuk kantor terlambat, pelayanan masyarakat
dikontrol, kinerja PNS harus ditinjau dan dinilai, sehingga PNS akan berpikir
seribu kali untuk tidak bekerja dengan baik.
Kepemimpinan
Transformasional
Dalam
tulisan Drs. Awang Anwaruddin, M.Ed Pembantu Ketua I STILAN LAN Bandung,
beliau mengemukakan konsep kepemimpinan transformasional pertamakali
dikemukan oleh James McGregor Burns pada tahun 1978, dan selanjutnya
dikembangkan oleh Bernard Bass dan para behaviourists lainnya, Bass,
mendifinisikan kepemimpinan transformasional sebagai kemampuan yang dimiliki
seorang pemimpin untuk mempengaruhi anak buahnya, sehingga mereka akan
percaya, meneladani, dan menghormatinya. Kompetensi transformasional seorang
pemimpin mungkin dapat diukur dari kemampuannya dalam membangun sinergi dari
seluruh pegawai melalui pengaruh dan kewenangannya sehingga lebih berhasil
dalam mencapai visi dan misi organisasinya. Proses perubahan yang dilakukan
pemimpin transformasional, menurut Bass, dapat dilakukan dengan cara : (1)
meningkatkan kesadaran pegawai terhadap nilai dan pentingnya tugas dan
pekerjaan; (2) meningkatkan kesadaran untuk focus pada tujuan kelompok dan
organisasi, bukan pada kepentingan pribadi; (3) mengembangkan potensi mereka
seoptimal mungkin.
Implementasi
kepemimpinan transformasional ini bukan hanya tepat dilakukan di lingkungan
birokrasi, tetapi juga di berbagai organisasi yang memilik banyak tenaga
potensial dan berpendidikan. Secara organisasional, Leitwood dan Janzi (1990)
bahwa penerapan model kepemimpinan ini sangat bermanfaat untuk (1) membangun
budaya kerjasama dan profesionalitas diantara pegawai, (2) memotivasi
pimpinan untuk mengmbangkan diri, dan (3) membantu pimpinan memecahkan
masalah secara efektif. Implementasi kepemimpinan transformasional dengan
budaya kerjasama dan profesionalitas, pemimpin akan selalu memfasilitasi
pegawainya untuk berdialog, berdiskusi, dan merencanakan pekerjaan bersama. Kerjasama
yang terbentuk dari kegiatan ini akan memudahkan mereka saling mengingatkan
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan. Kebersamaan ini ini juga dilakukan
dalam merumuskan visi dan misi organisasi, sehingga komitmen lebih mudah
terbangun.
Sosok
Jokowi adalah figure yang cerdas, dan pandai dalam memimpin kota Solo dan
Jakarta sebagai Ibukota Negara yang cukup rumit, komplek dalam segala
konstelasi ekonomi, politik, sosial, agama, kemanan, dan etnis. Namun Model
kepemimpinan transfomasional inilah yang didopsi oleh Jokowi dengan dicampur
dengan model kepemimpinan budaya Jawa, lesehan, , berna, moralis, demokratis,
dan karismatis, sehingga belia disegani, disayangi, dihormati oleh rakyatnya.
Gaya
kepemimpinan seperti inilah sekarang yang diidam-idamkan oleh seluruh
masyarakat Indonesia, semua masyarakat menanti pemimpin negeri ini dimasa
pasca SBY, bisa lebih memposisikan sebagai pemimpin yang multi Jokowi saat
ini agar bangsa ini semakin menjadi negeri yang terhomat dimata rakyat, dan
bangsa lain di dunia ini. Sebagai ekspektasi yang tidak boleh putus asa.
|
SUMBER :
Komentar
Posting Komentar